Rabu, 28 April 2010

Hargailah Waktu yang diberikan kepada Anda


Dulu ktika Tuhan menciptakan sapi, monyet, anjing dan manusia, Tuhan berkata...

Sabda Tuhan : "Hari ini kuciptakan kau sebagai sapi, Engkau harus pergi ke padang rumput,
Bekerja dibawah terik matahari sepanjang hari, Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun..."

Sang sapi keberatan : "Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun, kiranya 20 tahun cukuplah,
Kukmbalikan kepadaMu yg 30 tahun."

Maka setujulah Tuhan...

Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet...

Sabda Tuhan : "Hai monyet, hiburlah manusia, Aku berikan kau umur 20 tahun!"

Sang monyet menjawab : "What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa?
10 tahun cukuplah, kukembalikan 10 tahun padaMu"

Maka setujulah Tuhan...

Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing...
Sabda Tuhan : "Apa yg harus kau lakukan adalah menjaga pintu rumah majikanmu,
Setiap org mendekat kau harus menggongongnya, Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun."

Sang anjing menolak : "Menjaga pintu spanjang hari slama 20th? No way! Kukembalikan 10 tahun padaMu"

Maka setujulah Tuhan...

Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia..

Sabda Tuhan : "Tugasmu adalah makan, tidur, dan bersenang-senang.
Inilah khidupan, Kau akan mnikmatinya, Akan kuberikan engkau umur spanjang 25 tahun!"

Sang manusia keberatan :
"Menikmati kehidupan selama 25 tahun? Itu terlalu pendek Tuhan...
Let's make a deal !
Karena sapi mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun,
dan monyet mengembalikan 10 tahun padaMu, Maka berikanlah semuanya itu padaku,
Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun, setuju ?"

Maka setujulah Tuhan..


AKIBATNYA



Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia kita makan, tidur dan bersenang-senang...

30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi, kita harus bekerja keras sepanjang hari utk menopang keluarga kita...

10 tahun kemudian kita membuat cucu kita tertawa dgn berperan sebagai monyet yg mnghibur...

Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal dirumah, duduk didepan pintu dan ibarat menggonggong
kepada org yg lewat,
"Uhuk, uhuk (batuk)...
Eh Ntong, Mo kemane lo?"

Maka itu gunakanlah waktu sebaik-baiknya selama hidup mu.

Cerita ini hanyala ilustrasi, tidak ada unsur menyamakan manusia seperti beberapa hewan yang terkait.

Senin, 26 April 2010

Kasih Yang Terbesar Kepada Sesama


Kateri adalah seorang putri Indian dari suku Mohwak. Ia dilahirkan pada tahun 1656, di sebuah dusun dekat Ossernenon (sekarang: Auriesville), di wilayah New York. Ayahnya adalah seorang Kepala Suku Mohwak dan ibunya seorang kristen dari suku Algonquin. Namun, kebahagiaannya bersama keluarganya tidak lama dirasakan Kateri. Wabah cacar menyerang dusun mereka ketika ia berusia empat tahun. Kedua orangtua beserta adik laki-lakinya meninggal karena wabah tersebut. Kateri sendiri berhasil diselamatkan, namun wajahnya menjadi bopeng karena luka-luka bekas cacar. Selain itu, penglihatannya menjadi terganggu sehingga ia sering menabrak barang-barang yang ada di sekitarnya, karena itu ia diberi julukan "Tekakwitha" (artinya: dia yang sering menabrak barang-barang). Kateri seringkali menderita depresi karena keadaannya ini.

Setelah musibah ini Kateri pindah ke sebuah dusun dekat Fonda (sekarang: Caughnawaga), di wilayah New York. Ia tinggal bersama dengan bibi dan pamannya, seorang Kepala Suku Kelompok Kura-Kura. Suatu saat ketika Kateri berusia sebelas tahun, tiga misionaris Jesuit yang berasal dari Perancis mengunjungi tempat tinggal mereka. Inilah perkenalan pertama Kateri dengan para misionaris. Kehadiran mereka sangat menyentuh hati Kateri sehingga ia ingin juga menjadi seorang kristen. Namun, peraturan yang berlaku saat itu di suku Mohwak menyatakan bahwa seseorang baru boleh memilih agama mereka pada usia sembilan belas tahun. Kateri menanggung banyak penghinaan dan kritikan selama delapan tahun karena kepercayaannya ini. Ia lebih banyak menghabiskan waktu sendirian. Pada tahun 1675 Kateri mengungkapkan keinginannya untuk dibaptis meskipun ditentang keras oleh pamannya. Akhirnya pada Hari Minggu Paskah tahun 1675, ketika berumur dua puluh tahun, Kateri dibaptis oleh Romo Jacques de Lamberville, seorang imam Perancis.

Kateri berkaul untuk hidup murni bagi Tuhan, namun keluarga dan masyarakat di sekitarnya tidak bisa menerima hal ini. Ketika Kateri menolak lamaran seorang pria karena keinginannya untuk hidup murni, paman dan bibinya menjadi sangat marah. Mereka kemudian mengusir Kateri ke tengah hutan. Kateri tinggal sendiri di sebuah pondok di tengah hutan. Namun, justru di tempat itu, ia menjadi semakin rajin berdoa. Suku Indian dimana Kateri tinggal bukanlah orang kristen dan hanya Kateri satu-satunya orang kristen di sana. Oleh karena itu, mereka tidak mengerti dan tidak bisa menerima keputusan Kateri untuk hidup murni bagi Tuhan. Karena Kateri tetap berpegang pada imannya, mereka memperlakukan Kateri seperti seorang budak. Orang-orang Indian yang lain juga seringkali melakukan kekerasan dan berlaku jahat kepada Kateri karena agama kristen yang diimaninya. Kateri menerima semua perlakuan tersebut dengan semangat cintakasih. Ia tetap menaruh cintakasih terhadap mereka yang berbuat jahat kepadanya, bahkan berdoa rosario setiap hari bagi mereka.

Karena mengkuatirkan keselamatan Kateri, Romo Jacques menasihati Kateri untuk meninggalkan Kelompok Kura-Kura dan bergabung dengan Kelompok Indian Kristen di Dusun Caughnawaga, Kanada, yang disebut Kelompok Misi St. Fransiskus Xaverius. Kateri menempuh perjalanan sejauh 200 mil (± 322 km) melewati daerah-daerah liar untuk sampai di tempat ini.

Di tempat pengungsiannya ini, pada Hari Raya Natal tahun 1677, Kateri menyambut komuni yang pertama. Ini merupakan hari yang membahagiakan dalam hidupnya, yang memberinya kekuatan dan penghiburan. Kemudian, Pater Pierre Cholonec (seorang pater Jesuit) membimbing hidup rohani Kateri. Di tempat ini pula Kateri membaktikan seluruh hidupnya bagi Allah dengan merawat orang-orang tua dan orang miskin. Ia hidup bersama dengan Anastasia (seorang wanita Iroquois) sebagai orang kristen yang penuh sukacita dan pelayanan kepada sesama. Kateri juga seringkali berpuasa dan bermatiraga. Penyerahan diri Kateri secara total membuat banyak orang di sekitarnya tersentuh dan menjadi kristen. Mereka menyebut Kateri sebagai "bunga bakung dari Mohwak" (bunga bakung merupakan lambang kemurnian). Ia sangat disenangi oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya dan terkenal karena kelembutan, keramahan, dan kebaikan hatinya. Pada tanggal 25 Maret 1679, Kateri mengucapkan kaul keperawanannya.

Di tempat yang baru ini Kateri memang tidak lagi diperlakukan dengan buruk dan jahat, namun ternyata penderitaannya masih berlanjut. Kesehatannya kian hari kian memburuk. Ia seringkali menderita sakit kepala dan sakit perut yang hebat. Akhirnya Kateri meninggal pada tanggal 17 April 1680, satu bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-25. Ketika Kateri meninggal dunia, imam dan semua yang hadir menyaksikan suatu keajaiban. Saat jiwanya yang suci itu meninggalkan dunia, wajahnya yang dulu bopeng berubah menjadi bersih dan memancarkan kecantikan jiwanya.

Kateri kemudian dimakamkan di Quebec, Kanada. Beberapa saat setelah kematiannya, terjadi beberapa mujizat karena perantaraan doanya. Orang-orang Indian kristen dan orang-orang Perancis yang ada di sekitarnya seringkali mengunjungi makam Kateri. Pada tahun 1932, Gereja mulai mengadakan penyelidikan untuk proses kanonisasi Kateri. Tepat tiga ratus tahun kemudian, pada tahun 1980, Kateri dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Kateri adalah orang Indian Amerika yang pertama kali digelari kudus di dalam Gereja. Pestanya dirayakan pada tanggal 14 Juli. Beata Kateri menjadi pelindung bagi mereka yang diolok-olok karena cacat atau kekurangan mereka.


TELADAN HIDUP BEATA KATERI

Kasih yang besar kepada sesama
Sejak masa kecilnya Beata Kateri hidup dalam keluarga yang penuh dengan kasih karena didikan ibunya yang seorang Indian Kristen. Hal ini membuat Kateri juga menjadi pribadi yang penuh kasih terhadap orang lain. Bahkan, ketika ia mendapat perlakuan buruk dari keluarganya sendiri, ia tetap mencintai mereka. Begitupun ketika orang-orang Indian di sekitarnya berlaku jahat kepadanya, ia tetap menerima semua perlakuan mereka dengan penuh cintakasih. Inilah keistimewaan Beata Kateri. Banyak orang yang terkesan dan menjadi kristen karena melihat sikapnya yang penuh kasih kepada orang lain.

Semangat pelayanan dan berkurban
Kasih yang ada dalam diri Kateri juga terlihat dari pelayanannya kepada sesama. Kateri yang telah bertekad untuk hidup murni, membaktikan seluruh hidupnya untuk merawat orang-orang tua dan orang miskin. Ia juga senantiasa berpuasa dan bermatiraga. Ia rindu untuk selalu menyenangkan hati Allah melalui segala pelayanan dan kurbannya.

Iman yang teguh akan Kristus
Iman yang ada dalam diri Kateri sangat kuat dan teguh. Segala penghinaan dan tantangan yang ia terima tidak menggoyahkannya. Meskipun seluruh keluarga paman dan bibinya tidak setuju dan mengucilkan dia, namun Kateri dengan berani tetap bertahan. Baginya Kristus adalah segala-segalanya. Kristus adalah tujuan hidupnya dan kerinduan hatinya. Sehingga apa pun yang ia hadapi, Kateri tetap berpegang teguh pada imannya akan Kristus.

Tegar dan tabah
Meskipun Kateri seorang perempuan, namun ia adalah seorang yang sangat tegar dan tabah. Ini terlihat ketika ia harus menghadapi sikap dari orang-orang Indian yang lain ketika Kateri memutuskan untuk menjadi seorang kristen. Iman dan kepercayaannya akan Allah membuat Kateri tetap tegar dan tabah menghadapi segala kesulitan yang ia hadapi.

Bejana Indah


Seorang Tuan sedang mencari sebuah bejana/baskom untuk tempat anggur & daging. Ada beberapa bejana tersedia- manakah yang akan terpilih? "Pilihlah saya", teriak bejana emas, "Saya mengkilap dan bercahaya. Saya sangat berharga dan saya melakukan segala sesuatu dengan benar, ditempa dgn keras & sungguh2 murni. Keindahan saya mengalahkan yang lain. Dan untuk orang yang seperti Engkau, Tuanku, emas adalah yang terbaik!"

Tuan itu hanya lewat saja tanpa mengeluarkan sepatah kata. Kemudian ia melihat suatu bejana perak, ramping dan tinggi. "Aku akan melayani Engkau, Tuanku, aku akan menuangkan anggur­Mu dan aku akan berada di meja-Mu di setiap acara jamuan makan. Garisku sangat indah, ukiranku sangat nyata. Dan perakku akan selalu memuji-Mu.'

Tuan itu hanya lewat saja dan menemukan sebuah bejana tembaga. Bejana ini lebar mulutnya dan dalam, dipoles seperti kaca. "Sini! Sini!" teriak bejana itu, saya tahu saya akan terpilih. Taruhlah saya di meja-Mu, maka semua orang akan memandangku.

Tiba-tiba "Lihatlah saya", panggil bejana kristal yang sangat jernih dgn beberapa detail ukiran yg sangat rumit. "Aku sangat transparan, menunjukkan betapa baiknya saya. Meskipun saya mudah pecah, saya akan melayani Engkau dengan kebanggaan saya. Dan saya yakin, saya akan bahagia dan senang tinggal dalam rumah-Mu."

Tuan itu kemudian menemukan bejana kayu. Dipoles dan terukir indah, berdiri dengan teguh. Engkau dapat memakai saya, Tuanku, kata bejana kayu. Tapi aku lebih senang bila Engkau memakaiku untuk buah & sayuran, bukan untuk daging."

Kemudian Tuan itu melihat ke bawah & melihat bejana tanah liat. Kosong & hancur, tak berwarna indah, terbaring begitu saja. Tiada harapan terpilih sbg Bejana Tuan itu.

Ah! Inilah bejana yg Aku cari2. akan Kuperbaiki & Kupakai, akan Ku buat sebagai milik-Ku seutuhnya. Aku tdk butuh bejana yg mengkilap & penuh kebanggaan. Tidak juga bejana yang terlalu tinggi untuk ditaruh di rak. Tidak juga yang bermulut lebar dan dalam. Tidak juga yang transparan & memamerkan isinya dengan sombong. Tidak juga yang merasa dirinya selalu benar. Tetapi yang Kucari adalah bejana sederhana yang akan Kupenuhi dengan kuasa dan kehendak-Ku.

Kemudian la mengangkat bejana tanah liat itu. Ia memperbaiki dan membersihkannya dan memenuhinya. Ia berbicara dgn lembut kepadanya. "Ada tugas yg perlu engkau kerjakan, jadilah berkat buat orang lain, seperti apa yg telah Kuperbuat bagimu".

Mengenai Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia